Scroll untuk baca artikel
banner 300x325
Example floating
Example floating
Example 728x250
TANGGAMUS

BRI Diduga Langgar Prosedur SHM Supriono Disimpan di Rumah Mantri

×

BRI Diduga Langgar Prosedur SHM Supriono Disimpan di Rumah Mantri

Sebarkan artikel ini
filter: 0; fileterIntensity: 0.0; filterMask: 0; captureOrientation: 0; brp_mask:0; brp_del_th:null; brp_del_sen:null; delta:null; module: photo;hw-remosaic: false;touch: (-1.0, -1.0);sceneMode: 8;cct_value: 0;AI_Scene: (-1, -1);aec_lux: 0.0;aec_lux_index: 0;albedo: ;confidence: ;motionLevel: -1;weatherinfo: null;temperature: 38;

TANGGAMUS – Sebuah fakta mengejutkan terungkap dalam sengketa antara Supriono, warga Tanggamus, dengan Bank Rakyat Indonesia (BRI). Sertifikat Hak Milik (SHM) milik Supriono yang diajukan sebagai agunan kredit pada tahun 2018, ternyata selama ini tidak berada di kantor BRI, melainkan disimpan di rumah pribadi Angga Bagus Novianto, oknum mantri BRI Unit Wonosobo.

Sertifikat yang seharusnya dikembalikan sejak pengajuan kredit Supriono ditolak, justru dikuasai tanpa dasar hukum selama 7 tahun penuh, tanpa adanya kejelasan nasib dokumen tersebut dari pihak BRI.

GESER UNTUK BACA BERITA
Example 300x600
GESER UNTUK BACA BERITA

“Fakta ini adalah pelanggaran serius terhadap prosedur perbankan dan dapat dikualifikasikan sebagai bentuk penggelapan dokumen berharga,” tegas Adi Putra Amril Darusamin, S.H., kuasa hukum Supriono dari Kantor Hukum Kurnain dan Rekan.

Pihak BRI KC Pringsewu dan Unit Wonosobo dinilai tidak menunjukkan itikad baik. Setelah somasi pertama pada 21 Mei 2025 diabaikan, Supriono melalui kuasa hukumnya kembali melayangkan somasi kedua dan terakhir pada 28 Mei 2025.

Alih-alih menyelesaikan secara institusional, perwakilan BRI justru melempar tanggung jawab kepada Angga Bagus Novianto, padahal yang bersangkutan adalah bagian resmi dari struktur pemasaran BRI saat itu.

“Kami tidak mau persoalan ini dianggap urusan personal antara nasabah dan mantri. Secara hukum, Angga adalah bagian dari BRI. Maka BRI harus bertanggung jawab,” ujar Adi dalam pertemuan resmi dengan manajemen BRI.

Puncaknya terjadi pada 26 Mei 2025, ketika Angga dan Kepala Unit BRI Wonosobo mendatangi kediaman Supriono. Angga mengeluarkan SHM dari tasnya dan meminta Supriono berfoto sambil memegang sertifikat sebagai laporan internal.

Permintaan itu langsung ditolak oleh istri Supriono karena dinilai sebagai manipulasi administrasi untuk menutup permasalahan hukum tanpa menyentuh akar persoalan, yaitu penguasaan tidak sah sertifikat selama 7 tahun.

“Tindakan ini seperti ‘drama serah terima’, tapi tidak menyelesaikan substansi hukum. Di mana tanggung jawab atas kerugian klien kami?” kata Adi menegaskan.

Selama SHM dikuasai tanpa hak, Supriono mengalami berbagai hambatan hukum dan administratif, termasuk saat diminta menunjukkan bukti kepemilikan untuk urusan kelistrikan di wilayah Pekon Atar Lebar. Kondisi ini tidak hanya menyebabkan kerugian materiil, tetapi juga kerugian hukum dan sosial yang tidak dapat dihitung.

Kuasa hukum Supriono menyatakan akan menempuh jalur hukum pidana, perdata, hingga pengawasan lembaga keuangan dan perbankan.

“Ini bukan sekadar kasus satu nasabah. Ini menyangkut kredibilitas BRI sebagai lembaga keuangan milik negara. Kami minta tanggung jawab institusional, bukan sekadar minta maaf,” tutup Adi. ***