Scroll untuk baca artikel
banner 300x325
Example floating
Example floating
Example 728x250
TANGGAMUS

Masyarakat Adat Marga Buay Belunguh Tanjung Hikhan Tuntut Pengembalian Hak Ulayat Ex-PT Tanggamus Indah

×

Masyarakat Adat Marga Buay Belunguh Tanjung Hikhan Tuntut Pengembalian Hak Ulayat Ex-PT Tanggamus Indah

Sebarkan artikel ini

TANGGAMUS – Masyarakat adat dan para pemangku adat Marga Buay Belunguh Tanjung Hikhan Kecamatan Kota Agung Timur menggelar aksi damai di depan Kantor Bupati Tanggamus, menuntut pengembalian tanah hak ulayat yang mereka klaim telah dirampas sejak masa kolonial Belanda hingga kini, Kamis (6/11/2025).

Aksi tersebut dipimpin langsung oleh Suntan Paduka Mangku Alam Amiruddin, selaku pemangku adat tertinggi Marga Buay Belunguh Tanjung Hikhan, didampingi oleh Adipati Kurnain, S.IP., S.H., Dalom Pemangku Marga Azhari, S.H., M.M., serta kuasa hukum Adi Putra Amril, S.H. dari Red Justicia Law Firm Tanggamus.

GESER UNTUK BACA BERITA
Example 300x600
GESER UNTUK BACA BERITA

Dalam aksi damai itu, masyarakat adat menyuarakan delapan poin tuntutan utama, di antaranya:

  1. Menolak pembaharuan dan peralihan HGU;
  2. Menolak praktik mafia tanah;
  3. Mendesak penerbitan perda yang mengatur adat;
  4. Menolak upaya adu domba antara adat dan masyarakat;
  5. Menolak perpecahan di tubuh adat;
  6. Meminta penerbitan hak pengelolaan tanah ulayat;
  7. Mendesak aparat penegak hukum dan TNI berpihak kepada masyarakat adat;
  8. Meminta pelibatan masyarakat adat dalam program ketahanan pangan dan program strategis nasional di wilayah adat mereka.

Rombongan perwakilan aksi diterima oleh Wakil Bupati Tanggamus, Agus Suranto, di ruang rapat Wakil Bupati.

Pertemuan itu juga dihadiri oleh Kapolres Tanggamus AKBP Rahmad Sujatmiko, Dandim 0424 Letkol Inf. Dwi Djunaidi Mulyono, perwakilan Kejari Tanggamus, Kasie Sengketa BPN Tanggamus, serta Asisten I dan Asisten II Setdakab Tanggamus.

Dalam audiensi tersebut, para pemangku adat menyampaikan bahwa tanah adat mereka seluas 987 hektare telah menjadi objek sengketa panjang.

Berdasarkan catatan adat, tanah itu semula dipinjam pakai oleh Pemerintah Kolonial Belanda pada 1926, kemudian dikelola oleh PT Tandjung Djati (1931–1979) dengan dasar Hak Guna Usaha (HGU), dan beralih ke PT Tanggamus Indah (1991–2020).

Setelah HGU PT Tanggamus Indah berakhir pada 30 Desember 2020, masyarakat adat mengklaim telah kembali menduduki sebagian besar lahan tersebut sejak 2021.

“Kami hanya menuntut hak kami kembali. Ini bukan perebutan, tapi pengembalian hak adat yang sah dan diakui sejak nenek moyang kami,” tegas Suntan Paduka Mangku Alam Amiruddin di tengah aksi damai.

Masyarakat adat juga mendesak Pemerintah Kabupaten Tanggamus untuk menerbitkan surat pernyataan dukungan terhadap perjuangan Marga Buay Belunguh Tanjung Hikhan. Dukungan tersebut dianggap penting untuk memperkuat eksistensi hukum adat dan menjadi dasar penyusunan kebijakan daerah.

Dalam poin tuntutan tertulis yang disampaikan kepada pemerintah daerah, masyarakat adat meminta tiga hal pokok, yakni:

  1. Pengakuan atas keberadaan dan struktur adat Marga Buay Belunguh Tanjung Hikhan di bawah kepemimpinan Suntan Paduka Mangku Alam Amiruddin;
  2. Pengakuan atas wilayah kekuasaan adat yang sebelumnya berstatus HGU PT Tandjung Djati dan PT Tanggamus Indah;
  3. Dukungan pemerintah daerah dalam bentuk Perda atau Perbup yang mengakui eksistensi masyarakat adat di Kabupaten Tanggamus.

Namun, hingga akhir pertemuan, pihak Bupati Tanggamus belum memberikan surat dukungan tertulis sebagaimana yang diminta masyarakat adat.

Massa aksi pun menyatakan akan terus melanjutkan perjuangan mereka hingga tanah adat yang diklaim sebagai hak ulayat Marga Buay Belunguh Tanjung Hikhan dikembalikan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

“Kami akan tetap berjuang dengan cara damai dan bermartabat. Ini bukan hanya soal tanah, tapi soal identitas dan keberlangsungan adat kami,” ujar Adipati Kurnain menutup pernyataan sikap. (*)