LAMPUNG TIMUR – Sekretaris Persatuan Wartawan Duta Pena Indonesia (PWDPI) Kabupaten Lampung Timur, Ahmad Rozali atau yang akrab disapa Jali, resmi mengundurkan diri dari organisasi tersebut. Ia menilai Ketua Umum PWDPI, Narullah, tidak profesional dan hanya memanfaatkan organisasi untuk kepentingan pribadi.
Jali menyatakan bahwa integritas organisasi yang mengatasnamakan wartawan tersebut kini patut diragukan. Ia menuding Ketua Umum PWDPI telah melakukan intervensi terhadap pemberitaan anggota dan tidak mendukung semangat kerja jurnalistik yang sehat dan independen.
“Yang didengungkan soal kebersamaan dan persatuan ternyata hanya semboyan kosong. Justru yang terjadi di dalam adalah saling menjatuhkan dan saling sikut. Bahkan Ketua Umum PWDPI Narullah ikut menekan pemberitaan anggota,” ujar Jali dalam pernyataan resminya, Rabu (28/5/2025).
Jali menyebut, organisasi yang semestinya menjadi wadah perjuangan wartawan malah diduga menjadi alat negosiasi politik sang ketua. Hal itu mencuat saat dirinya tengah menyoroti dugaan tambang pasir ilegal di wilayah Waway Karya, Lampung Timur.
“Saya dan beberapa rekan wartawan tengah fokus menyoroti aktivitas tambang pasir ilegal dengan dalih proyek cetak sawah yang diduga dikomandoi oleh Kepala Desa Sumberrejo, Jeni Aditia, dan Khoerun adik kandung Gus Miftah. Namun tiba-tiba, Narullah muncul di berbagai media online seolah membela aktivitas tambang tersebut,” jelasnya.
Pernyataan Narullah yang mengatasnamakan PWDPI dan menyatakan siap menjadi garda terdepan untuk proyek cetak sawah seluas 939 hektare, menurut Jali, hanya manuver sensasional yang tak berdasar.
“Ketua umum PWDPI malah membuat narasi tak jelas, seakan-akan mengaitkan proyek itu dengan program Presiden Prabowo. Padahal kami sedang kritis terhadap aktivitas tambang yang merusak lingkungan,” tegas Jali.
Ia pun mengingatkan agar semua pihak tidak lagi mencantumkan namanya dalam aktivitas organisasi, termasuk dalam proposal-proposal yang beredar di berbagai instansi. Jika hal itu masih dilakukan, ia tidak segan membawa persoalan tersebut ke ranah hukum.
“Saya juga akan mengajak rekan-rekan yang dulu saya ajak bergabung, untuk keluar dari organisasi ini. Agar tak dimanfaatkan seperti saya,” imbuhnya.
Senada dengan Jali, Abdul Gapur selaku Kepala Bidang di PWDPI juga menyatakan mundur dari kepengurusan. Ia mengecam tindakan Ketua Umum yang dinilainya memecah belah organisasi dan melemahkan semangat anggota.
“Saya menyebut organisasi ini sebagai ‘persatuan tai kambing’. Kumpul di dalam, bubar di luar. Ketua umum telah menghancurkan semangat kami yang sedang menyoroti kerusakan lingkungan. Tiba-tiba dia muncul seolah jadi pahlawan kesiangan,” tegas Gapur.
Kondisi internal PWDPI Lampung kini menuai sorotan, dan gelombang pengunduran diri pengurus menjadi sinyal adanya krisis kepercayaan terhadap kepemimpinan Narullah. ***